04 February 2008

Bandara Soekarno-Hatta Lumpuh

Ya, Bandara Soekarno-Hatta (BSH) sempat ditutup 6 jam pada tanggal 1 Februari 2008 lalu karena hujan yang begitu deras membuat visibility di runway tinggal 300m, jelas tidak layak untuk landing maupun take-off. Hujan juga membuat jalanan Jakarta tergenang, dan lengkaplah sudah kelumpuhan BSH.

Menariknya, setelah BSH dibukapun ia belum bisa beroperasi normal. Pasalnya jalan-jalan akses ke bandara masih kebanjiran, terutama jalan tol Prof. Dr. Ir. Sedyatmo di km 24-27, yang meskipun tidak hujanpun sering banjir akibat luapan air laut pasang. Akhirnya selama 3 hari berikutnya, berita koran-koran dihiasi dengan hiruk pikuk kepanikan sistem penerbangan di Jakarta.

Yang ingin saya soroti adalah efek berantai yang ditimbulkan dari kegagalan sebuah subsistem. Tampaknya sistem-sistem sekarang ini, apapun itu, sangat terkait satu sama lain. Kelancaran penerbangan di bandara terkait dengan akses/transportasi dari/ke bandara. Sebaliknya problem pada jadwal penerbangan akan mempengaruhi banyak kegiatan lainnya, yang sering kali tidak ada hubungannya dengan penerbangan. Di koran misalnya, diberitakan bagaimana seseorang tidak bisa menghadiri pemakaman orang tuanya gara-gara pesawatnya batal berangkat. Dalam situasi normal, apa hubungannya antara pemakaman dan penerbangan ? Intinya, gangguan pada satu titik akan membawa efek berantai yang luar biasa.

Lepas dari semua problem yang muncul dan kerugian yang diderita, kejadian ini menunjukkan fenomena umum sistem ekonomi dewasa ini. Saling terkait, meskipun masing-masing punya domain sendiri. Keterkaitan ini memaksa kita untuk memandang sebuah sistem secara holistik, tidak bisa parsial. Bahkan jika perlu harus melihat juga eksternalitas dari sistem. BSH mungkin sudah bisa beroperasi normal, tapi jika jalan akses keluar/masuknya masih mampet, pilot, pramugari, ground crew, supply makanan, supply bahan bakar, dsb juga akan terhambat, dan akhirnya sistem penerbanganpun terganggu.

Pelajaran berharga ini patut direnungkan oleh siapapun yang bertanggungjawab memikirkan operasi sebuah sistem, terutama yang terkait dengan manajemen resiko. Selain kemampuan untuk berpikir holistik, diperlukan pula kemampuan untuk berpikir lateral (meluas). Berpikir tidak hanya pada sistem itu sendiri, tapi juga hal-hal lain yang langsung maupun tidak langsung dapat berpengaruh terhadap kelancaran operasi sistem. Dalam mengelola bisnis, memimpin kantor, memulai usaha, memimpin pelaksanaan proyek, menjalankan misi dalam perang, menempuh studi, dan banyak lagi, situasi di atas bisa saja muncul di hadapan kita. Siapkah kita menghadapinya ?

Kemampuan berpikir lateral memungkinkan kita memandang dengan perspektif helicopter view. Pandangan dari atas memungkinkan kita melihat sesuatu secara utuh, tidak hanya komponen-komponen sistemnya tapi juga keterkaitan antar komponen. Jika kita ingin masuk lebih dalam, kita bisa lakukan zooming-in tanpa kehilangan konteks utuhnya.

Saya rasa berpikir lateral adalah salah satu syarat yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin, dan ini sudah diisyaratkan Tuhan kepada pemimpin-pemimpin bangsa ini. Banyak sudah contoh yang diberikan Tuhan agar kita bisa belajar dari kesalahan masa lalu dalam memandang sesuatu. Persoalannya, bangsa ini mudah lupa, atau bahkan mungkin ndableg...

No comments: